Walau punya banyak manfaat bagi kesehatan, pemberian madu pada bayi sangat tidak disarankan. Konsumsi madu pada anak di bawah 1 tahun dapat meningkatkan risiko terjadinya kerusakan gigi hingga keracunan makanan.
botulisme pada bayi pdf download
Madu mengandung bakteri Clostridium botulinum. Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan serius pada bayi yang disebut botulisme. Sistem pencernaan bayi di bawah 1 tahun masih belum berkembang sempurna, jadi gangguan kesehatan ini sangat rentan terjadi.
Meski tergolong jarang terjadi, botulisme bisa berakibat fatal dan mengancam nyawa bayi. Bakteri ini dapat menyerang sistem saraf bayi, membuat otot-ototnya menjadi lemah bahkan lumpuh, serta mengganggu sistem pernapasannya.
Bunda perlu mewaspadai beberapa gejala botulisme pada bayi, yaitu sulit buang air besar, terlihat lemas, susah bernapas dan menelan, serta menangis tidak sekencang biasanya. Kondisi ini harus segera ditangani oleh dokter guna mencegah komplikasi.
Memang sih madu merupakan pemanis yang sehat. Akan tetapi, madu tetap termasuk dalam makanan dengan kadar gula yang tinggi. Bila diberikan pada bayi di bawah 1 tahun, bisa meningkatkan risiko kerusakan pada giginya yang baru tumbuh.
Agar tidak terjadi botulisme atau gangguan kesehatan lainnya akibat madu, maka anak yang usianya masih di bawah 1 tahun tidak dianjurkan untuk mengonsumsi madu. Sebagai pemanis alami untuk makanan pendamping ASI bagi bayi usia 6 bulan ke atas, Bunda dapat menggunakan sari buah.
Botulisme adalah penyakit dengan paralisis otot dan dapat berpotensi menimbulkan gagal napas hingga kematian yang disebabkan oleh neurotoksin botulinum. Ada 3 tipe botulisme yaitu botulisme infant, food borne, dan wound, pada luka yang terkontaminasi tanah. Toksin ini paling banyak dihasilkan oleh organisme Clostridium botulinum dan sebagian kecil diproduksi oleh Clostridium butyricum dan Clostridium baratii.[1,2,23]
Kasus botulisme jenis infant biasa dialami pada bayi dengan usia kurang dari satu minggu hingga satu tahun yang disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi tanah dan/atau madu. Botulisme infant terjadi akibat kombinasi ingesti spora dalam saluran pencernaan dan kondisi permisif dari mikroflora usus. Penularan lainnya juga dilaporkan terjadi melalui inhalasi, injeksi kosmetik, dan terapeutik (iatrogenik).[1,3,5]
Penegakan diagnosis botulisme dilakukan berdasarkan anamnesis dan temuan manifestasi klinis khas dari penyakit ini yaitu paralisis descending. Hasil temuan dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan adanya organisme atau toksin yang dapat ditemukan pada tinja, serum, eksudat, cairan, maupun makanan yang diduga sebagai sumber infeksi. Pemeriksaan elektromiografi (EMG) juga dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya.[3,6,23]
Penatalaksanaan botulisme secara umum dapat terbagi menjadi tata laksana suportif, penggunaan antitoksin, dan antibiotik. Antibiotik digunakan pasca pemberian antitoksin dan diberikan pada kasus botulisme tipe wound yang telah dilakukan tindakan debridemen luka. Penggunaan human botulism immune globulin intravenous (BIG-IV) juga sudah disetujui oleh FDA sejak tahun 2003 sebagai terapi botulisme tipe infant.[3,7,8,23]
Data epidemiologi menunjukkan bahwa kejadian luar biasa (KLB) terkait botulisme tipe foodborne dilaporkan terjadi sebanyak 197 kasus di seluruh dunia pada tahun 1920 hingga 2014. Di Amerika Serikat ada sebanyak 110 kasus botulisme yang terjadi setiap tahun. Kasus botulisme jenis infant paling banyak terjadi pada anak yang berusia kurang dari 6 bulan.[3]
Kejadian luar biasa (KLB) terkait botulisme tipe foodborne dilaporkan terjadi sebanyak 197 kasus di seluruh dunia pada tahun 1920 hingga 2014. Mayoritas kejadian berlangsung di Amerika Serikat, yaitu sebanyak 109 KLB atau 55%. Toksin yang paling banyak menyebabkan KLB adalah tipe A dan durasi rerata antara paparan dengan timbulnya gejala adalah 1 hari.
Angka mortalitas terkait penyakit botulisme mengalami penurunan signifikan sejak tahun 1950. Pada tahun 1950, kematian terkait botulisme adalah sebesar 60%, namun saat ini angka tersebut menurun menjadi 3-5%, bahkan kurang dari 1% pada pasien yang mendapatkan perawatan dengan baik di rumah sakit. Tipe botulisme yang paling banyak kematian adalah tipe foodborne dan wound.
Kematian akibat penyakit botulisme biasa terjadi karena adanya keterlibatan otot pernapasan yang menyebabkan penderita mengalami gagal napas. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1975-2009 menunjukkan bahwa toksin tipe F memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe A, B, dan E. Kejadian mortalitas akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.[3,14] 2ff7e9595c
Kommentare